Lombok Tengah – Tokoh masyarakat Plambik, Sarjono, bersama sejumlah aktivis dan penasehat APD Bajang Eko, mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia untuk mencabut izin konsesi hutan PT Shadana Arifnusa di Lombok Tengah. Desakan ini muncul menyusul dugaan pelanggaran serius terhadap kewajiban dan komitmen yang diatur dalam izin konsesi hutan tanaman industri (HTI) yang dimiliki perusahaan tersebut.
Menurut Sarjono, tidak ada dasar hukum yang membenarkan pemegang izin HTI untuk menebang kayu dari hutan alam di dalam kawasan konsesinya. HTI hanya berhak memanen kayu dari tanaman yang mereka tanam sendiri, bukan dari hutan alam. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan SK.101/Menhut-II/2004 yang menegaskan bahwa perusahaan HTI tidak memiliki hak untuk memanen kayu dari hutan alam di areal konsesinya. Penebangan kayu alam tanpa izin khusus (IUPHHK-HA) merupakan pelanggaran hukum yang dapat berujung pada pencabutan izin konsesi.
Bajang Eko menambahkan, perusahaan HTI wajib menyusun Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk hutan tanaman industri, bukan untuk hutan alam. Namun, PT Shadana Arifnusa diduga menebang pohon sonokeling dan jati yang merupakan kayu berkualitas tinggi dan dijaga masyarakat secara turun temurun di hutan alam, tanpa menyusun Rencana Kerja Tahunan Hutan Alam (RKT HA) yang menjadi syarat legalitas penebangan di hutan alam.
APD juga meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI perwakilan Nusa Tenggara Barat untuk melakukan audit investigasi terkait potensi kerugian negara akibat penebangan kayu alam di wilayah Lombok Tengah. Kayu alam merupakan kekayaan negara yang harus dilindungi sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013, serta Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Bajang Eko menegaskan, meskipun PT Shadana Arifnusa memiliki izin, pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan yang diatur dalam keputusan Menteri LHK harus menjadi alasan kuat untuk evaluasi dan pencabutan izin konsesi. Pada tahun 2025 ini, Kementerian LHK RI telah mencabut 18 izin IUPHHK-HTI karena pelanggaran serupa.
Tujuan utama HTI adalah menciptakan pengelolaan hutan yang baik dengan dampak positif sosial, ekonomi, dan ekologi bagi masyarakat serta kelestarian hutan. HTI harus dibangun di atas lahan hutan produksi yang tidak produktif untuk membantu rehabilitasi dan peningkatan kualitas kawasan hutan, bukan sebagai modus untuk illegal logging.
Desakan pencabutan izin PT Shadana Arifnusa akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan Komisi III DPRD Lombok Tengah dan dituangkan dalam surat terbuka kepada Kementerian LHK RI serta Presiden RI.|®ossi|
Penulis : Rossi
Editor : Rossidi
Sumber Berita : Lombokdaily.net























