LOMBOKDAILY.NET – Mutasi pejabat administrator, pejabat pengawas dan pejabat fungsional yang dilakukan Pj. Gubernur NTB pada tanggal 22 Maret 2024, dinilai telah memantik keributan publik.
Keributan publik, seharusnya tidak perlu terjadi, kalau Pj. Gubernur tidak terlalu mengedepankan subyektifitas dan ego pribadi dengan memaksakan harus ada mutasi.
Mutasi tersebut, menjadi makin ramai jadi sorotan, disamping karena ada pejabat yang di non jobkan atau dibebastugaskan dari jabatanya tanpa alasan yang jelas dan bahkan tanpa melalui proses pemeriksaan, apakah pejabat tersebut melakukan pelanggaran disiplin atau pelanggaran hukum.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Selain itu, muwtasi tersebut diduga melanggar ketentuan dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang,”papar Presiden LSM Kasta NTB, Lalu Wink Haris, Selasa 2 April 2024 dalam rilisnya.
Dijelaskan lebih lanjut, di dalamnya UU tersebut dijelaskan bahwa:
Pada ayat (2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Dan pada ayat (4) dipertegas bahwa Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau penjabat Bupati/Wali Kota.wi
Selanjutnya pada ayat (5) dijelaskan pula bahwa Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubemur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota selaku petahana melanggar ke tentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon Oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Dan pada ayat (6) dijelaskan bahwa ada Sanksi bagi kepala daerah yang melanggar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara itu salah satu yang menyebabkan seorang kepala daerah apakah kepala daerah depinitif maupun PLT, PJS maupun PJ untuk dapat diberhentikan adalah, apabila kepala daerah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Karena nya maka kami minta Menteri Dalam Negeri harus tegas, apabila Pj. Gubernur NTB tidak membatalkan mutasi yang sudah dilakukan maka Pj. Gubernur NTB harus diberhentikan karena sudah jelas melanggar ketentuan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016,”tegas LWH akronim pria gondrong ini.
Andaipun benar, sesuai informasi yang diterima KASTA NTB yang didapatkan dari orang dalam di Badan Kepegawaian Provinsi NTB, bahwa Pj. Gubernur NTB mendapatkan Persetuiuan untuk melakukan mutasi, tetap saja terjadi pelanggaran.
Hal itu, karena surat persetujuan tersebut telah menjadi kadaluarsa dan bertentangan pelaksanaanya oleh Pj. Gubernur NTB setelah tanggal 22 Maret 2024, sehingga tidak dapat digunakan sebagai dasar.
Adapun surat persetujuan yang dipakai untuk mutasi Oleh Pj. Gubernur berdasarkan Surat Plh. Direktur Jenderal otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Nornor : 100.2.2.0/ 1903/OTDA, tanggal 8 Matet 2024, prihal Persetuiuan Pengangkatan, Pelantikan, Pengukuhan, dan Pemberhentian Pejabat Administrator, Pejabat Pengawas dan Pejabat Fungsional di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
“Maka otomatis mutasi dan pelantikan Pejabat yang dilakukan oleh Pj. Gubernur harus dibatalkan. Karena surat persetujuan tertanggal 8 maret 2023 ini dengan sendirinya tidak berlaku, setelah keluarnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2024 tersebut di atas, bahwa penetapan pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah tanggal 22 September 2024, sehingga 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon terhitung tanggal 22 Maret 2024 yang dikuatkan dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 100.2.1.3/1575/SJ, tanggal 29 Maret 2024 prihal Kewenangan Kepala Daerah Pada Daerah yang melaksanakan Pilkada Dalam Aspek Kepegawaian.
“Persetujuan yang dikeluarkan oleh PLH. Direktur Jenderal Otonomi Daerah menjadi Kadaluarsa dan tidak dapat dikatakan atau tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan mutasi,”tegas LWH.
Pj. Gubernur NTB sebaiknya memahami bahwa jabatan nya sebagai Pj. adalah penugasan oleh pemerintah pusat sehingga seharusnya lah tidak perlu memperlihatkan diri sebagai pejabat yang memiliki kekuasaan tanpa batas, khusunya dalam hal mutasi yang telah dilakukan, akui saja bahwa telah salah melakukan mutasi setelah tanggal 22 maret 2024 dan segera perbaiki, karena beberapa kepala Daerah depinitif saja sudah membatalkan mutasi yang sudah mereka lakukan di atas tanggal 22 Maret 2024, karena memahami aturan sebagaimana pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan juga tertuang dalam lampiran Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2024, bahwa penetapan pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah tanggal 22 September 2024, sehingga 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon terhitung tanggal 22 Maret 2024.
“Sebagai pejabat publik yang mendapat penugasan dari Pemerintah Pusat maka Pj. Gubernur NTB harus legowo mengakui salah dan segera membatalkan mutasi tersebut,” pungkas presiden Kasta NTB Lalu Wink Haris.
Sementara itu, PJ Gubernur NTB, Drs. HL. Gita Ariyadi dikonfirmasi terkait pernyataan Kasta NTB tersebut menyampaikan, penjelasan teknisnya semua ada di BKD Provinsi NTB.
“Silahkan hubungi BKD, semua ada penjelasanya teknisnya di sana,”kata Miq Gite sapaan akrab tokoh yang digadang maju pada Pilgub NTB ini.