LITERASI PAJAK DAN JANJI POLITIK DALAM PENINGKATAN PENERIMAAN NEGARA MENUJU INDONESIA EMAS TAHUN 2045
Oleh: NI KADEK NOVI PUSPITA DEWI, Ketua Biro Organisasi PD KMHDI NTB
OPINI – Pertumbuhan ekonomi sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Indonesia akan memasuki tantangan bonus demografi dengan populasi penduduk usia produktif lebih banyak dari usia non produktif. Jika peluang ini dapat dimanfaatkan dengan baik, maka total usia produktif dapat menjadikan bonus demografi yang bernilai baik untuk pertumbuhan ekonomi negara.
Dari data kementerian keuangan sumber penerimaan negara berasal dari penerimaan pajak dan bukan pajak. Sampai saat ini, pajak masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia (70%-80% dari APBN). Hal tersebut membuktikan bahwa penerimaan pajak dalam APBN sangat berpengaruh penting dalam membiayai negara.
Indonesia saat ini tengah memasuki fenomena bonus demografi, dengan adanya fenomena ini isu pajak dapat menjadi perhatian penting terhadap janji-janji politik yang tertuang dalam visi dan misi capres-cawapres. Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara menjadi penting untuk bahas dalam pemilihan umum capres-cawapres Indonesia, alasannya karena sebagian besar APBN nantinya akan digunakan untuk mewujudkan visi misi yang telah dibuat.
Salah satu visi misi capres-cawapres adalah membentuk Badan Penerimaan Negara yang terpisah dari Menteri Keuangan. Hal ini diusung oleh capres-cawapres yang diharapkan dapat meningkatkan tax ratio hingga 23% (target salah satu calon). Dengan dibentuknya badan tersebut koordinasi dan pembuatan kebijakan dapat lebih efisien dan fleksibel karena berada langsung di bawah presiden serta dapat menentukan langsung strategi dalam mengumpulkan peneriman negara. Namun, hal ini masih perlu dikaji secara mendalam agar setelah presiden baru terpilih dapat langsung diimplementasikan secara maksimal karena dalam pemisahan lembaga memerlukan waktu dan masa transisi yang lama serta anggaran yang banyak.
Berdasarkan data kementerian keuangan rasio pajak masih pada kisaran 10%, padahal rasio pajak menjadi parameter penting perekonomian negara. Pajak merupakan komponen terbesar dalam APBN, oleh karenanya kepatuhan wajib pajak mempengaruhi besarnya rasio pajak.
Peran masyarakat dalam membiayai pembangunan nasional tercermin dalam kepatuhan membayar pajak. Semakin rendah tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, maka realisasi pembangunan nasional akan menjadi impian belakang. Literasi pajak sangat dibutuhkan untuk mempersiapkan pengetahuan anak muda tentang pentingnya membayar pajak dalam menyukseskan pembangunan ekonomi Indonesia secara mandiri.
Beberapa kasus penyelewengan yang dilakukan pejabat terhadap sistem perpajakan menjadi salah satu penyebab opini negarif yang beredar di masyarakat. Menimbang tingkat kepatuhan membayar pajak yang masih terbilang rendah, literasi pajak sangat dibutuhkan bagi penduduk usia produktif.
Pengetahuan tentang pentingnya pajak untuk pembangunan ekonomi negara akan mempengaruhi sikap wajib pajak terhadap pemenuhan self assesment system. Adanya penyampaian edukasi dari Direktorat Jendral Pajak (DJP) tentang pajak secara masif baik ke sekolah atau kampus mampu merubah pola pikir anak muda terhadap pajak.
Literasi perpajakan semestinya tidak hanya diberikan kepada wajib pajak yang sudah memiliki usaha saja, tetapi juga dapat menyasar kelompok anak muda karena Indonesia perlu memanfaatkan sebesar-besarnya bonus demografi yang tengah berlangsung demi terciptanya kesejahteraan masyarakat, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, pertumbuhan ekonomi, industri, inovasi dan infrastruktur.