Lombokdaily.net -Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Republik Indonesia (GMPRI) bersama Masyarakat Desa Ketare dan Desa Prabu, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, kembali melakukan hearing ke sekian kalinya ke Kantor DPRD Lombok Tengah berlangsung di aula Lantai II Gedung DPRD Loteng pada Rabu (1/10/2025).
Masyarakat pemilik Lahan meminta BKSDA Provinsi NTB mencabut izin PT PAL karena diduga tidak memiliki izin operasi yang valid. Pasalnya, PT PAL telah beberapa kali tidak menghadiri hearing di DPRD Lombok Tengah, termasuk Dirut PT PAL Lalu Jelamin yang absen sebanyak tiga kali.
Ketua Komisi II DPRD Lombok Tengah, LM Ahyar, menyatakan kesal dengan pengelola PT PAL Lalu Jelamin lantaran tidak Meemenuhi Undang Klarifikasi Komisi II dan kepada Masyarakat serta Pemerintah. Ia berencana melakukan monitoring dan evaluasi (monev) ke lokasi tanah seluas 50 hektar yang menjadi objek sengketa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sengketa ini bermula dari klaim masyarakat Desa Ketare dan Prabu Kecamatan Pujut Loteng yang merasa tanah adat mereka seluas 50 hektar telah dirampas sepihak oleh pihak-pihak PT PAL untuk dijadikan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Prabu.” Terang Ketua Komisi II Lalu Muhammad Akhyar.
Masyarakat dua desa telah melakukan berbagai upaya dan protes karena merasa hak-hak mereka tidak diakui. Mereka juga telah meminta Bupati Lombok Tengah untuk mencari solusi agar hak-hak warga tidak dikorbankan dalam persoalan ini.
Sementara Pihak BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) membantah tuduhan membiarkan PT PAL beroperasi tanpa izin yang valid.” Saat ini sudah dilakukan Evaluasi, mulai dari tanggal 15 Oktober 2025.” Sebut Bambang Kepala BKSDA NTB. Ia juga menekankan kepada masyarakat pemilik Lahan agar persoalan tersebut dikawal bersama.
BPN Lombok Tengah Batalkan Sertipikat di TWA Gunung Prabu
Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Sengketa Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Tengah, Winardi, membenarkan adanya pembatalan sertipikat tanah di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Prabu, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Pembatalan ini diduga terkait dengan pembelian lahan oleh orang asing yang menjadi korban.
“Sertipikat tanah telah dibatalkan karena dugaan cacat administrasi, Korban Orang asing yang membeli lahan tersebut,” jelasnya.
Pembatalan sertipikat tanah dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu Pengajuan permohonan kepada Menteri ATR/BPN, Jika terdapat kesalahan hukum dalam proses penerbitannya Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Jika sertipikat tersebut dinilai memiliki cacat.
“Pembatalan sertipikat tanah diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan. Pasal 64 ayat (3) Peraturan tersebut menyebutkan bahwa permohonan pembatalan dapat dilakukan jika diduga adanya cacat hukum administrasi dan/atau cacat yuridis terhadap produk hukum.” Jelasnya.
Ketua GMPRI Loteng, Nasruddin, mendesak BKSDA NTB untuk mencabut izin PT PAL karena perusahaan tersebut diduga telah merampas tanah masyarakat Desa Ketare dan Desa Prabu yang telah dikuasai secara turun-temurun selama puluhan tahun. Nasruddin juga mengapresiasi DPRD Komisi II untuk melakukan monitoring dan evaluasi (monev) di lokasi tanah sengketa tersebut.
Mengembalikan Hak-Hak Masyarakat
Sebelumnya, Tanah seluas 50 hektar di TWA Gunung Prabu Loteng yang diklaim sebagai tanah adat dan dikuasai secara turun-temurun oleh masyarakat. Tanah tersebut dijadikan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Prabu dan dikelola oleh PT PAL.” berdasarkan tidak mempunyai izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) RI atau izin Kadaluarsa,” jelas Nasruddin.
“PT PAL diduga tidak memiliki izin operasi yang valid dan diduga melakukan penjualan lahan milik masyarakat dan pemerintah tanpa hak, sehingga masyarakat menuntut pencabutan izin dan pengembalian tanah.” Tutupnya.
Desak BKSDA Segera Selesaikan Sengketa Tanah masyarakat Dua Desa dan Hentikan Aktivitas PT PAL serta Cabut Ijin PT PAL Gunung Prabu
Pemilik lahan, Lalu Buntaran, mendesak BKSDA untuk segera menyelesaikan sengketa tanah TWA Masyarakat dua desa yakni Desa Ketare dan Desa Prabu, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Buntaran memberikan ultimatum kepada BKSDA untuk mencabut izin PT PAL dalam waktu satu bulan sebelum ia membawa massa ke kantor BKSDA.
Tuntutan Pemilik Lahan
1. Mencabut izin PT PAL dalam waktu satu bulan
2. Mengembalikan lahan masyarakat yang diklaim sebagai tanah adat guna Mencegah konflik yang lebih luas di masyarakat.
3. Desak Komisi II DPRD Segera Turun Monev dilahan Sengketa.
“Masyarakat Desa Prabu dan Desa Ketare menolak keberadaan PT PAL dan meminta pemerintah pusat mencabut semua perizinan PT PAL serta mengembalikan lahan TWA kepada masyarakat Diduga dirampas PT PAL. Sengketa tanah ini telah berlangsung lama dan menimbulkan ketegangan antara masyarakat dan PT PAL.” Timpal Lalu Eko Winardi pembina GMPRI.
Pembina GMPRI Lalu Eko Mihardi menuding Pihak BKSDA Provinsi NTB sengaja menutup mata, Anehnya pesoalan yang sangat besar tersebut tidak dia ketahui. ” Dia harus bertanggungjawab untuk menghentikan semua aktivitas PT PAL termasuk mencabut ijin pengelola PT PAL yang sudah membuat masyarakat Resah. Kehadiran PT PAL tidak ada Manfaat bagi kemajuan Loteng.
Pembina GMPRI Tuding BKSDA NTB Tutup Mata Soal Aktivitas PT PAL
Pembina GMPRI, Lalu Eko Mihardi, menuding Pihak BKSDA Provinsi NTB sengaja menutup mata terhadap permasalahan besar yang terjadi terkait aktivitas PT PAL di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Prabu. Eko Mihardi meminta BKSDA untuk bertanggung jawab menghentikan semua aktivitas PT PAL dan mencabut izin pengelolaannya karena kehadiran perusahaan tersebut tidak membawa manfaat bagi kemajuan masyarakat lokal di Lombok Tengah bahkan pemerintah Kabupaten Loteng,”BKSDA Provinsi NTB sengaja menutup mata terhadap permasalahan besar yang terjadi di lapangan. Aktivitas PT PAL tidak membawa manfaat bagi kemajuan masyarakat lokal di Lombok Tengah dan pemerintah,” tudingnya.
“Menghentikan semua aktivitas PT PAL di kawasan TWA Gunung Prabu. Mencabut izin pengelolaan PT PAL yang dianggap telah membuat masyarakat resah,” tutupnya. Eko juga kesal sudah kesekian kalinya pengelola PT PAL Gunung prabu Lalu Jelamin tidak Hadir konfirmasi di DPRD.
Dalam Hearing tersebut juga dihadiri oleh Pejabat BKSDA, Pihak Dinas Parawisata Loteng, DLH Loteng, Anggota Komisi II DPRD HM Nasip, S,IP. |®|
Penulis : Rossi
Editor : Redaksi
Sumber Berita : Lombokdaily.net